Peran Mikrobiota Usus dalam Mencegah Stroke

     Sistem gastrointestinal manusia merupakan tempat dimana sebagian besar mikrobiota hidup, yang berperan pada imunitas, nutrisi, dan pengaturan proses biologis dan fisiologis tubuh. Dalam kondisi dysbiosis (kondisi ketidakseimbangan antar populasi mikroflora dalam saluran gastrointestinal, dimana kondisi disfungsi mikroflora gastrointestinal) dapat menyebabkan munculnya berbagai gangguan kesehatan, salah satunya ialah stroke. 

Mikrobiota di Awal Perkembangan 

    Seperti artikel sebelumnya telah dijelaskan bahwa mikrobiota bayi yang dilahirkan dengan persalinan normal memiliki kemiripan dengan mikrobiota di vagina ibunya. species mikrobiota yang ditemukan ialah Lactobacillus sp. dan Provtella sp. Seiring dengan pertambahan usia akan terjadi perubahan mikrobioma karena dipengaruhi oleh ASI, dan pengenalan terhadap makanan pendamping ASI. terdapat perbedaan jenis mikroba pada bayi yang mendapat ASI dengan yang menggunakan susu formula. Perkembangan pada periode perinatal ini menjadi masa yang penting karena akan berpengaruh terhadap sistem imun dan penyakit yang berhubungan dengan inflamasi. 


Gambar 1. Mikrobiota usus dalam perkembangan dan penyakit. Pengaruh dari mikrobiota usus terhadap kesehatan manusia adalah berkelanjutan dari lahir hingga dewasa. Faktor lingkungan, nutrisi berpengaruh terhadap perkembangan dari kesehatan usus dan mikrobiota. 

    Tanpa mikrobiota usus, tubuh manusia tidak akan mampu memanfaatkan beberapa karbohidrat yang belum tercerna, karena beberapa jenis mikrobiota usus memiliki enzim dimana sel-sel manusia tidak mampu untuk memecahnya menjadi nutrisi yang diserap tubuh. perlu diketahui, bakteri akan mengubah karbohidrt dengan cara berfermentasi menjadi asam lemak rantai pendedk (SCFAs). produknya meliputi asam asetat, asam propionat, dan butirat. produk ini dapat digunakan untuk menyediakan nutrisi bagi manusia dan membantu juga dalam penyerapan mineral penting seperti kalsium, magnesium dan zat besi. Adanya disfungsi mikrobioma ini dapat menimbulkan penyakit seperti autoimun, diabtes, rheumatoid arthitis, dan stroke. Akumulasi mikroba ini menyebabkan perubahan aktivitas gen dan metabolik. Adanya perubahan yang abnormalitas tersebut akan dapat mengganggu jaringan pada keadaan normal yang terdadpat di dalam tubuh. 
     Stroke merupakan salah satu penyakit penyebab kematian terbanyak kedua di dunia dan peringkat ketiga terbanyak sebagai penyebab kecacatan. selama dekade ini  kejadian stroke pada negara berkembang mengalami peningkatan hingga 2 kali lipat. Di Asia, stroke menjadi masalah kesehatan yang serius, dimana Indonesia menduduki peringkat kedua negara dengan insiden stroke tertinggi di Asia. Modifikasi faktor resiko merupakan salah satu cara pengendalian penyakit stroke karena hampir 74,2% faktor resiko stroke berkaitan dengan gaya hidup yang dimodifikasi. menjaga keseimbangan mikrobiota usus menjali jalan alternatif dalam mencegah terjadinya stroke, melalui Gut-Brain Connection. 

Stroke
Stroke merupakan manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak yang berlangsung cepat atau sampai menyebabkan kematian. Stroke disebabkan oeh gangguan vaskuler seperti trombosis, aterosklerosis, transient iskemik, emboli, perdarahan hipertensi. Stroke dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke non-hemoragik (iskemik) dan hemoragik. Stroke non-hemoragik (iskemik) terjadi pada 85% kejadian stroke, disebabkan oleh trombosis atau stenosis pada pembuluh darah besar atau pembuluh darah kecil, hal ini akan menyebabkan terjadi peningkatan resistensi vaskuler dan kemudian penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi iskemik dan perluasan daerah iskemik. Stroke hemoragik disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak yang didahului oleh kerusakan dinding pembuluh darah kecil di otak akibat hipertensi. Pecahnya pembuluh dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan darah yang mendadak. 

Gut Brain Connection
Gut-brain conennection merupakan salah satu sinyal yang terjadi antara saluran pencernaan dan sistem saraf pusat. Sumbu ini mengacu pada komunikasi dua arah antara sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf enterik, yang menghubungkan pusat emosional dan kognitif otak dengan fungsi usus perifer. Selain melalui saraf, aksis hipotalamus pituitari adrenal (HPA) juga memiliki peran penting dalam merespon stress. Pensinyalan buttom-up (usus ke otak) melalui beberapa mekanisme berbeda seperti saraf vagus, endotoksin imunogenik dari mikrobiota, dan rangsangan akibat pelepasan metabolit oleh mikrobiota.  Pertama, melalui saraf vagus terjadi pensinyalan dua arah dengan serat aferen (80%) dan serat eferen (20%). Serat aferen dapat dirangsang oleh senyawa mikrobial dan metabolit yang dilepaskan sel enteroendokrin epitel usus seperti hormon, GABA, serotonin, melatonin, histamin, asetilkolin, kolesistokin, glukagon like peptida-1 (GLP-1) dan peptida YY. Stimulasi ini akan memberikan sinyal ke seluruh otak termasuk ke hipotalamus yang meregulasi sekresi hipofisis dan nukleus traktus solitarius.  Kedua, melalui endotoksin imunogenik dari mikrobiota seperti lipopolisakarida (LPS) yang dapat menyebabkan peradangan saraf baik secara langsung maupun tidak langsung melalui aktivasi perifer. Ketiga, rangsangan akibat pelepasan metabolit oleh mikrobiota seperti neurotransmiter, asam lemak rantai pendek/ short chain fatty acids (SCFA), indoles, dan asam empedu masuk kedalam darah dan dapat mempengaruhi fungsi saraf. Mikrobiota tidak hanya menghasilkan neurotrasmiter yang akan mempengaruhi inang tetapi dapat juga mempengaruhi metabolisme, proliferasi, dan virulensi bakteri. GBA berperan dalam memantau dan mengintegrasikan fungsi usus, menghubungkan pusat emosional dan kognitif otak dengan fungsi dan mekanisme usus perifer (aktivitas kekebalan, permeabilitas usus, refleks enterik, dan pensinyalan enteroendokrin. Hubungan GBA (Gut-brain axis) dengan Axis HPA (hipotalamus pituitari adrenal) yang merupakan pusat dari axiseferen stress akan mengkoordinasikan respon adaptif mikrobiota terhadap segala jenis stressor. 

Mikrobiota Usus
mikrobiota usus memiliki peran dalam regulasi homeostatis intestinal dan ekstraintenstinal. Hal ini dapat ditunjukkan dari berbagai riset dimana komposisi dan fungsi dari beberapa mikrobiota
dikaitkan dengan berbagai gangguan tumbuh kembang. Hal tersebut memperkuat pendapat tentang ebuah konsep microbiota-gut-brain axis dan peranannya sebagai “penjaga” kesehatan dan kualitas otak.  Komunikasi antara saluran cerna dan otak tersebut berlangsung dengan dua arah. Perubahan yang terjadi pada mikrobiota usus akan memengaruhi regulasi fungsi otak dan perilaku, sebaliknya perubahan pada pusat emosional dan kognitif otak akan menyebabkan perubahan pada komposisi mikrobiota usus. Dengan adanya hubungan antara perubahan komposisi mikrobiota usus dan gangguan fungsi regulasi otak, maka homeostasis mikrobiota usus yang sehat sangat diperlukan untuk mendukung regulasi normal dari microbiota gut-brain axis. Mikrobiota saluran cerna berperan secara fungsional tidak hanya terbatas di dalam saluran cerna saja, tetapi peran tersebut dapat melibatkan berbagai organ untuk berbagai kondisi atau penyakit tertentu meliputi organ otak, paru, liver, kulit, jaringan lemak, dan sebagainya.  Dalam hal tumbuh kembang, mikrobiota usus berperan penting dalam mekanisme pertumbuhan badan (seperti malnutrisi dan obesitas) dan perkembangan otak dengan berbagai jenis gangguannya (autisme, gangguan kecemasan, stroke, dsb). Berbagai penelitian sudah membuktikan bahwa gangguan pembentukan komposisi mikrobiota saluran cerna berdampak pada perkembangan otak yang dapat mengakibatkan gangguan motorik, sosial-emosi, dan perkembangan kognitif. Faktor-faktor yang memengaruhi komposisi mikrobiota saluran cerna harus diperhatikan, seperti: kondisi stres, penggunaan antibiotik, kelahiran bayi dengan operasi SC, serta penggunaan susu formula pada bayi.  Kondisi stres dapat memicu perubahan
komposisi mikrobiota saluran cerna yang sangat berkaitan dengan peningkatan produksi berbagai sitokin proinflamasi (seperti IL-6) dan dapat mengakibatkan kerusakan pada otak yang sedang
berkembang, menghambat pembentukan white matter, dan mengganggu plastisitas otak, yang dalam jangka panjang dapat menimbulkan berbagai gangguan perkembangan terutama pada anak di usia dini.

Peranan Mikrobiota Usus dalam Pencegahan Stroke 
    
GBA berperan dalam memantau dan mengintegrasikan fungsi usus, menghubungkan pusat emosional dan kognitif otak dengan fungsi dan mekanisme usus perifer (aktivitas kekebalan, permeabilitas usus, refleks enterik, dan pensinyalan enteroendokrin. Komunikasi ini dilakukan dengan pensinyalan dari mikrobiota usus ke otak dan dari otak ke mikrobiota usus melalui hubungan saraf, endokrin, imunitas, dan humoral. Mikrobiota intestinal berperan dalam pelepasan peptida aktif dari sel enteroendokrin yang nantinya akan mempengaruhi GBA. Hubungan ini melibatkan sel-sel enteroendokrin sepanjang usus yang mengandung berbagai kombinasi molekul pensinyalan yang akan dilepaskan ke dalam sirkulasi sistemik. Asam lemak rantai pendek merupakan molekul yang memediasi pensinyalan antara sel enteroendokrin dan mikroba. Molekul ini dihasilkan oleh mikrobiota yang memfermentasi polisakarida yang tidak dapat dicerna oleh sistem pencernaan manusia dan menjadi bagian penting dalam asupan energi manusia serta menstimulasi aliran darah kolon, penyerapan cairan dan elektrolit serta proliferasi mukosa. Asam lemak rantai pendek berperan dalam mengatur pelepasan peptida usus dari sel enteroendokrin dan telah terbukti mengatur sintesis serotonin intestinal secara langsung dari sel enterochromaffin serta mempengaruhi komunikasi hormonal antara intestinal dan otak.  Trimethylamine N-oxide (TMAO) merupakan suatu metabolit mikrobiota usus yang telah banyak dipelajari kaitannya antara mikrobiota usus dan faktor risiko stroke.  Mikrobiota usus berperan dalam memetabolisme fosfatidikolin makanan. Fosfatidikolin menyebabkan pembentukan trimetilamin yang akhirnya akan diubah menjadi TMAO oleh flavin hati yang mengandung monooksigenase.  Hal didukung oleh beberapa penelitian yang menunjukkan peran mikrobiota usus dalam patogenesis aterosklerosis pada hewan dengan diet kaya fosfatidilkolin.  Asosiasi yang kuat juga ditunjukkan pada beberapa penelitian lain yang menunjukkan bahwa peningkatan TMAO berhubungan dengan peningkatan kejadian buruk kardiovaskular (kematian, infark miokard, atau stroke). Selain itu di China peningkatan kadar TMAO berkaitan dengan peningkatan indeks risiko stroke.  Pada sebuah penelitian, peningkatan kadar TMAO berkaitan dengan risiko stroke berulang. Kadar TMAO plasma berkaitan dengan faktor risiko stroke seperti atrium fibrilasi dan diabetes melitus (DM). Mikrobiota usus dapat mempengaruhi peradangan saraf paska stroke dan pengaruh pada luaran stroke. Hal ini dibuktikan dalam sebuah studi yang dilakukan dengan mentransplantasi mikrobiota tikus post stroke pada tikus penerima bebas kuman yang dibandingkan dengan tikus penerima tranplantasi palsu, pada tikus yang mendapatkan transplantasi mikrobiota memiliki infark yang jauh lebih besar dibandingkan dengan tikus transplantasi palsu dan pada tikus penerima transplantasi mikrobiota memiliki ekspresi sel T inflamasi (Th 1 dan Th7) lebih tinggi. Komunikasi dua arah mikrobiota-GBA dan immune axis menunjukkan bahwa mikrobiota usus merupakan regulator utama homeostasis imun. Reaksi inflamasi pada jaringan yang rusak merupakan salah satu hal penting dalam patofisiologi organ yang mengalami kerusakan jaringan tersebut seperti pada stroke iskemik, infark miokard, dan kondisi lainnya. Pada pasien stroke dengan serangan iskemik transien terjadi perubahan mikrobiota usus yang signifikan, bakteri komensal di usus merupakan sumber utama infeksi pada pasien stroke. Stroke yang parah dapat menyebabkan terjadinya disbiosis mikrobiota di usus yang dapat berakibat pada kerusakan sel pertahanan usus, gangguan motilitas usus, perubahan respon inflamasi dan perubahan homeostasis imun. Keseimbangan mikrobiota usus yang terdiri dari berbagai mikrobiota komensal dan mikroorganisme patogen penting dalam sistem kekebalan tubuh dan homeostasis sistem lainnya. Mikrobiota komensal berperan penting dalam mempertahankan homeostasis imun inang, disbiosis dapat menyebabkan ketidakseimbangan sel T termasuk Th1, Th2, Th17, dan Treg yang dapat memicu penyakit autoimun dan inflamasi. Sistem gastrointestinal memegang peranan penting dalam pertahanan dari mikroorgnaisme dan patogen yang masuk, terdapat tiga pertahanan besar sistem gastrointestinal yaitu flora komensal di lumen intestinal, epithelium, dan sistem imun mukosa. 

References :
    Kementrian Kesehatan RI, "Pusdatin Kemenkes," [Online]. Available:https://pusdatin.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/infodatin-stroke-dont-be-theone.pdf. 
    A. K. Hasan, "Study Kasus Gangguan Perfusi Jaringan Serebral dengan Penurunan Kesadaran pada Klien Stroke Hemoragik Setelah Diberikan Posisi Kepala Elevasi 30º," Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan Volume 9 NO 2, 2018.
    V. M. Adams RD, The Neurology of Aging. In Adams and Victor’s Principle Of Neurology, 9th Edition, USA:The McGraw: Hill Companies, 2009.
    A. K. Wijaya, "Patofisiologi Stroke Non-Hemoragik Akibat Trombus," Bagian SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran universitas Udayana, 2013.
    T. d. W. Aninditha, Buku Ajar Neurologi, Jakarta: Departemen Neurologi FKUI, 2017.
    M. Carabotti, A. Scirocco, M. A. Maselli and C. Severi, "The gut-brain axis: interactions between enteric microbiota, central and enteric nervous systems," Ann Gastroenterol, 2015.
    M. Carabotti, A. Scirocco, M. A. Maselli and C. Severia "The gut-brain axis: interactions between enteric microbiota, central and enteric nervous systems," Annals of Gastroenterology, vol. 28, no. 2, pp. 203-209, 2015.
    11. J. Appleton, "The Gut-Brain Axis: Influence of Microbiota on Mood and Mental Health," IMCJ, vol. 17,no. 2, pp. 28-32, 2018.
    P. David J. Durgan, P. Juneyoung Lee, M. P. Louise D. McCullough and P. Robert M. Bryan Jr, "Examining the Role of the Microbiota-Gut-Brain Axis in Stroke,"ahajournals, vol. 50, no. 8, pp. 2270-2277, 2019.
    J. Appleton, "The Gut-Brain Axis: Influence of Microbiota on Mood and Mental Health," Integrative Medicine : a Clinician's Journal, vol. 17, no. 4, pp. 28-32,2018.
    C. R. Martin, V. Osadchiy, A. Kalani and E. A. Mayer, "The Brain-Gut-Microbiome Axis," CMGH, vol. 6, no.2, pp. 133-148, 2018. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mekanisme Kerja Probiotik

Peran Mikrobiota dalam Kehidupan

Antibiotik diproduksi oleh Streptomyces